Oleh Eko Iskandianto Prastowo, S.Pd.
Guru di SD Negeri 001 Tanjung Perepat, Kec. Biduk – Biduk, Kab. Berau, Kaltim
Pada tahun pembelajaran 2017 – 2018, saya berpindah tugas dari SMP Negeri 36 Berau ke SD Negeri 003 Biduk – Biduk. Untuk saat ini SMP Negeri 36 Berau berubah nama menjadi SMP Negeri 4 Kelay dan SD Negeri 003 Biduk – Biduk berubah nama menjadi SD Negeri 001 Tanjung Perepat. Sebelumnya, saya juga pernah mengajar di tingkat SMA.
Perpindahan tugas ini saya peroleh karena saya guru bidang studi Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan. Lengkap sudah saya mengabdi di Kabupaten Berau dan dapat merasakan menjadi tenaga pendidik mulai dari tingkat SD sampai SMA.
Dari pengalaman mengajar yang saya dapatkan, pasti sangat berbeda situasi dan kondisi peserta didik baik dari segi fisik maupun mental. Kalau mengajar di SMP dan SMA, peserta didik relatif memiliki rasa percaya diri yang cukup tinggi jika tampil di depan teman – temannya ketika diberikan tugas tertentu seperti menjadi petugas upacara bendera hari Senin atau tugas yang lain. Kebetulan pada saat saya menjadi tenaga pendidik di SMA Negeri 10 Berau, saya diberi tugas untuk membimbing peserta didik di setiap kegiatan upacara bendera hari Senin dan kegiatan hari besar Nasional lainnya.
Semenjak pindah tugas di SD Negeri 001 Tanjung Perepat, saya mendapatkan tugas pokok mengajar bidang studi Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan, membimbing kegiatan ekstrakurikuler olahraga, dan membimbing peserta didik dalam hal persiapan dan pelaksanaan upacara bendera hari Senin dan hari besar Nasional. Terus terang, hal ini bukan tugas yang mudah. Rata – rata peserta didik Sekolah Dasar memiliki sifat pemalu saat tampil di depan teman – temannya.
Sebelum saya turun langsung untuk melaksanakan tugas sebagai pembimbing kegiatan upacara bendera, terlebih dahulu saya menggali informasi dari beberapa peserta didik, seperti apa pelaksanaan sebelumnya baik dari segi persiapan maupun pelaksanaannya. Setelah saya kaji, ternyata yang bertugas itu – itu saja baik dengan persiapan maupun tanpa persiapan.
Untuk persiapan pertama kali, saya sempatkan mengajak seluruh peserta didik mulai dari kelas 3 sampai kelas 6 agar hadir di sekolah pada hari Jum’at sore untuk latihan upacara bendera. Di situ saya menjumpai banyak peserta didik laki – laki dengan badan cukup besar dibandingkan lainnya. Salah satu peserta didik tersebut saya coba beri tugas masih menolak, dan peserta didik tersebut di sekolah terkenal suka usil mengganggu teman – temannya. Hal tersebut tidak saya permasalahkan, mungkin belum ada minat atau malu.
Kemudian dalam persiapan upacara bendera hari Senin pertama kalinya, petugas upacara saya campur antara petugas lama dan petugas baru. Untuk petugas baru, saya memberikan kesempatan ke peserta didik kelas 3 dan kelas 4. Tugas yang diberikan yang ringan – ringan saja seperti membawa teks Pancasila, pemimpin barisan paling kanan, dan pembaca doa. Saya juga menyiapkan petugas baru di posisi yang lainnya. Hal ini saya lakukan untuk menumbuhkan rasa percaya diri.
Saat pertama kali bertugas, mereka tampak grogi dan terdapat beberapa kesalahan dasar seperti membaca terlalu cepat, suara kurang lancar, kurang konsentrasi sehingga seperti orang melamun. Semua hal tersebut lumrah terjadi apalagi bagi peserta didik sekolah dasar. Tetapi di kesempatan bertugas yang kedua, mulai muncul rasa percaya diri. Yang penting peserta didik selalu diberikan semangat.
Petugas upacara di minggu ketiga, saya mencoba petugas lama yang saya sisakan hanya pengibar bendera saja. Karena petugas pengibar bendera merah putih butuh persiapan khusus.
Dari kegiatan minggu pertama dan minggu kedua, saya meminta petugas baru tersebut mengungkapkan perasaannya ke depan teman – temannya yang belum pernah bertugas. Mulailah mereka bercerita tentang rasa grogi hingga jadi tumbuh rasa percaya diri. Bahkan mereka mengungkapkan tetap ingin bertugas terus untuk menjadi petugas upacara yang lain.
Dari situ saya mencoba mendekati lagi peserta didik laki – laki berbadan gagah yang terkenal usil yang telah saya sebut di atas, untuk menjadi petugas upacara bendera. Bukan maksud saya membandingkan, namun saya memberikan motivasi, “Adik kelas yang kecil saja berani bertugas dan kenapa kamu belum berani?”
Dengan sedikit terpaksa, akhirnya dia mau ikut latihan. Tugas pertamanya adalah menjadi pemimpin pasukan paling kanan. Ternyata suaranya keras dan lantang, dan teman-temannya memujinya serta membandingkan suaranya dengan pemimpin upacara. Dari situ saya mulai optimis dengan ‘kualitas’ peserta didik tersebut.
Di kesempatan berikutnya, peserta didik yang suka usil tersebut saya ingin beri tugas sebagai pemimpin upacara. Entah kebetulan atau bagaimana, pada saat selesai kegiatan upacara bendera, peserta didik tersebut dihampiri Kepala Sekolah agar minggu depan dia mau menjadi pemimpin upacara. Dari situlah rasa percaya dirinya sepertinya mulai tumbuh.
Saya persiapkan dia kurang lebih satu minggu agar mengerti urutan kegiatan dan aba – aba saat menjadi pemimpin upacara. Setelah saya anggap siap, baru saya beri tugas tersebut. Awal bertugas, gerak langkahnya sedikit kaku karena ada keraguan dan kurang percaya diri. Tetapi suara tegas dan lantangnya mampu menutupi kekurangannya. Pada kesempatan yang kedua bagi dia inu, hasilnya ada peningkatan yang cukup bagus.
Setelah dua kali bertugas, malah dia seperti ketagihan untuk menjadi petugas upacara lagi. Saya ikuti saja permintaannya asalkan mau menjadi petugas di posisi yang lain, dan dia menyanggupinya. Dari situlah akhirnya banyak peserta didik mulai berani mencoba karena peserta didik yang suka usil saja berani kenapa yang lain tidak.
Setelah momen itu, mencari petugas upacara tidaklah sulit. Para siswa justru saling berebut dan bergantian untuk menjadi petugas upacara. Bahkan jika ada petugas upacara yang tidak hadir pada hari pelaksanaannya karena alasan tertentu—misal sakit atau ada acara keluarga dan lain sebagainya—saya dapat langsung menunjuk secara mendadak dan peserta didik tersebut siap bertugas sewaktu – waktu.
Di setiap bagian tugas tertentu saya persiapkan dua sampai tiga petugas yang memiliki kemampuan yang sama. Cadangan memang tidak banyak. Di tempat saya mengajar, mulai dari kelas 1 sampai kelas 6, peserta didik rata-rata berkisar antara 60 sampai 70 saja.
Semenjak peserta didik yang suka usil tersebut sering bertugas, teman – teman yang lain berebut mau untuk menjadi petugas upacara bendera. Setelah dia lulus Sekolah Dasar, kabarnya dia masih tetap aktif menjadi petugas upacara di sekolah barunya.
Menanamkan rasa percaya diri pada peserta didik memang harus dipupuk dari dini dan pastinya butuh tantangan apalagi bagi peserta didik di Sekolah Dasar. Tenaga pendidik harus memberikan kesempatan yang sama kepada peserta didik di sekolah. Dan saya sering berpesan, bahwa nama baik sekolah bukan dari asalmu atau kelebihanmu saja, yang dapat membawa nama baik sekolah bukan hanya anak yang pintar tetapi juga dapat dilakukan oleh siapapun. (*)
NOTE: Tulisan ini juga dipublikasikan dalam format buku antologi “Praktik Baik”—yang berisi kisah dan pengalaman terbaik para guru dalam mengatasi masalah yang dihadapi dalam proses mendidik siswa.
Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link ini atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!
Editor: Moh. Haris Suhud, S.S.