Penanaman Karakter melalui Pendidikan Pancasila

- Editor

Sabtu, 1 Mei 2021

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Seorang First Lady dan komunitas dari Amerika bernama Eleanor Roosevelt mengungkapkan “Pembangunan karakter dimulai sejak dini dan akan berlangsung hingga kematian”. Hal ini berarti pembentukan karakter sejak usia dini merupakan hal yang sangat penting dan harus dilakukan, karena akan menentukan keadaan seseorang di masa dewasa.

Kata karakter sudah tidak asing lagi bagi kita semua karena karakter selalu melekat pada diri seseorang dan akan menjadi ciri khas dari orang tersebut. Menurut Ryan & Bohlin, karakter merupakan sebuah pola perilaku seseorang. Orang dengan karakter yang baik tentu akan paham tentang kebaikan, menyukai kebaikan, serta melakukan sesuatu yang baik pula. Orang dengan perilaku yang memang cocok dengan kaidah moral dinamakan sebagai orang yang berkarakter baik atau mulia.

Saat ini bangsa Indonesia disebut-sebut memiliki masa depan yang semakin memprihatinkan. Karakter bangsa yang semakin menurun dari waktu ke waktu dan ini telah menjadi pembicaraan yang serius bagi semua kalangan. Salah satu yang menjadi pemicu menurunnya karakter anak bangsa adalah terjadinya kemerosotan atau degradasi moral.

Maraknya fenomena penyimpangan moral generasi saat ini membentuk keprihatinan yang berkelanjutan. Penyimpangan yang dimaksud seperti free sex, bullying, penyalahgunaan narkoba, dan keimanan yang mulai terkikis. Hal ini tentu tidak sesuai dengan moral atau karakter bangsa Indonesia yang lebih condong pada adat ketimuran.

Upaya Perbaikan Karakter

Guru merupakan salah satu pihak yang mengetahui secara langsung bagaimana karakter siswa yang saat ini cenderung kurang hormat, suka membantah, dan parahnya lagi  ada seorang siswa yang berani menantang bahkan memukul gurunya sendiri.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk membentuk karakter. Sehingga pembentukan karakter menjadi salah satu agenda tujuan pendidikan nasional. Dalam pasal 1 UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian, dan akhlak mulia. Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 itu bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas namun juga berkepribadian atau berkarakter. Sehingga memiliki kecerdasan dan karakter yang baik menjadi tujuan pendidikan yang sebenarnya.

Pada dasarnya karakter seseorang tidaklah bisa diubah melainkan bisa diperbaiki. Perbaikan yang dimaksud adalah dari seseorang yang berkarakter kurang baik menjadi berkarakter baik. Perbaikan karakter dapat dilakukan dengan upaya penanaman karakter melalui pendidikan Pancasila.

Pendidikan Pancasila sangat berperan penting dalam membangun jiwa nasionalis dan bermoral karena nilai-nilai Pancasila mengandung makna mendalam dan menjadi pedoman bagi seluruh rakyat Indonesia.

Bagi Negara Indonesia, Pancasila berkedudukan sebagai  dasar negara. Pancasila sebagai dasar negara mengandung arti bahwa Pancasila menjadi pedoman bagi seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini berarti bahwa seluruh rakyat Indonesia dalam bersikap dan berperilaku dalam kehidupan sehari-harinya haruslah berpedoman pada Pancasila karena dalam Pancasila memuat lima nilai yang luhur dan fundamental. Nilai-nilai tersebut meliputi nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan.

Jika dalam hidup sehari-hari masyarakat selalu berpedoman pada nilai Pancasila tersebut, maka dapat terbentuk  masyarakat yang berkarakter Pancasilais.

Masalah Penerapan Pendidikan Karakter Pancasila

Namun, keinginan untuk membentuk karakter siswa melalui nilai-nilai Pancasila tampaknya hanya akan menjadi khayalan semata. Dengan diberlakukannya PP No. 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan, tidak tertulis secara eksplisit jika Pendidikan Pancasila harus menjadi pelajaran yang wajib dalam kurikulum. Hal ini justru menimbulkan interpretasi yang berbeda pada setiap sekolah ke depannya. Karena sekolah bisa saja memasukkan Pendidikan Pancasila pada kurikulumnya dan ada pula sekolah yang tidak.

Yang membuat bingung banyak pihak justru dalam aturan itu sendiri khususnya pada jenjang pendidikan dasar (pasal 6) secara jelas tertulis jika penanaman karakter akan dilakukan berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Ironis memang jika di satu sisi pemerintah ingin menanamkan nilai karakter melalui nilai-nilai Pancasila sementara Pendidikan Pancasila yang memuat nilai-nilai Pancasila tidak lagi diwajibkan dalam kurikulum.

Hal ini justru menimbulkan spekulasi jika pemerintah tidak konsisten dalam memperbaiki karakter siswa terutama dari segi aturan. Bisa saja hal ini dipicu oleh persepsi yang selama ini ada pada masyarakat yang cenderung menganggap bahwa pendidikan Pancasila sebagai mata pelajaran yang hanya bersifat teoritis dan hafalan semata. Sehingga tidak wajib dipelajari tetapi bisa langsung diimplementasikan. Namun perlu kita ketahui bersama bagaimana bisa mengimplementasikan sesuatu jika teorinya tidak dipelajari sebelumnya. Bukankah praktik tanpa teori dikatakan sesuatu yang akan menjadi omong kosong semata.

Cara Menanamkan Karakter Pancasila

Namun demikian, upaya pembentukan karakter tetap bisa dilakukan dengan selalu menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada siswa dengan cara berikut ini: 

Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dalam sila pertama dapat kita jadikan acuan dalam pendidikan karakter. Misalnya, toleransi, penghargaan terhadap kepercayaan lain dan saling menghormati .

Kemanusiaan yang Adil dan Beradab menjadi bagian penting dalam rantai karakter bangsa. Memberadabkan sesama manusia menjadi modal utama dalam relasi sosial. Salah satu faktor dalam pendidikan karakter adalah kemampuan untuk memberikan apresiasi kepada orang lain melalui kegiatan praktis misalnya kerapian, kebersihan diri, ketekunan. Itu semua merupakan proses belajar untuk menjadi beradab.

Hal tersebut dapat diajarkan melalui manajemen konflik yakni sebagian orang melihat konflik sebagai hal tabu sehingga konflik disingkirkan dari ranah pembelajaran. Dalam konflik, kita dapat saling memberadabkan manusia. Konflik tentu bukan berarti anarkis. Konflik dapat diajarkan melalui proses debat dan pemaparan argumen.

Penting kiranya bahwa pendidikan manajemen konflik bertujuan untuk memberadabkan manusia dengan saling menghargai. Pada sila ini juga menuntun manusia membiasakan diri untuk peduli terhadap sesama dalam bentuk tindakan-tindakan kemanusiaan.

Persatuan Indonesia mampu diuraikan dengan mengenalkan budaya Indonesia secara fisik. Berbagai hasil kebudayaan nasional seperti contoh kebijaksanaan lokal adalah pintu masuk bagi pemahaman persatuan,  yakni karakter persatuan yang mendasar yakni cinta Tanah Air.

Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan adalah sila yang saat ini selalu menjadi acuan dalam kehidupan demokrasi di Indonesia.

Nilai demokrasi yang mendasar adalah taat asas, sesuai prosedur dan menghargai martabat orang lain sesuai hati nurani (conscience).

Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia merupakan basis kepekaan sosial yang sangat mendasar. Manusia yang berkarakter salah satu indikasinya adalah mampu berjuang untuk sesama, bukan untuk dirinya sendiri.

Berdasarkan pemahaman di atas, seharusnya kita semua konsisten membentuk ataupun memperbaiki karakter siswa lewat pendidikan Pancasila. Dan Pendidikan Pancasila harus diwajibkan dalam kurikulum agar semua sekolah melaksanakannya. Pemerintah sebaiknya melakukan revisi terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2021 sebelum karakter siswa Indonesia benar-benar semakin terpuruk.

Ditulis oleh:

Made Suitarni, S.Pd, Guru di SMP Negeri 2 Banjarangkan

Berita Terkait

Pemanfaatan Teknologi untuk Pembelajaran Kreatif dan Interaktif
Chat GPT: Menguntungkan atau Merugikan Guru?
Mission Service Learning sebagai Pilihan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila pada Jenjang Sekolah Dasar
Pentingnya Komunitas Belajar bagi Guru di Satuan Pendidikan
Penguatan Kemampuan Literasi untuk Menyiapkan Generasi Gemilang 2045
Undang-Undang Perlindungan Anak dan Dilema dalam Pembentukan Karakter Disiplin Peserta Didik
Peran Orang Tua dalam Mendidik Anak untuk Mensuksekan Kurikulum Merdeka
Penerapan Student Lead Conference untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri Peserta Didik
Berita ini 151 kali dibaca

Berita Terkait

Senin, 18 November 2024 - 20:12 WIB

Pemanfaatan Teknologi untuk Pembelajaran Kreatif dan Interaktif

Rabu, 4 September 2024 - 10:05 WIB

Chat GPT: Menguntungkan atau Merugikan Guru?

Kamis, 15 Agustus 2024 - 23:11 WIB

Mission Service Learning sebagai Pilihan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila pada Jenjang Sekolah Dasar

Kamis, 15 Agustus 2024 - 22:44 WIB

Pentingnya Komunitas Belajar bagi Guru di Satuan Pendidikan

Rabu, 14 Agustus 2024 - 14:52 WIB

Penguatan Kemampuan Literasi untuk Menyiapkan Generasi Gemilang 2045

Berita Terbaru

Unduh Sertifikat Pendidikan 32 JP Gratis