Oleh Siti Alif Munifah, S.Pd
Guru SMKN 1 Petarukan
Belajar tata boga, jika dikaitkan dengan teori Sund, akan lebih efektif jika dalam pembelajaran dapat terjadi discovery (menemukan ide baru). Maka dalam belajar mengolah makanan, guru perlu memberi kesempatan pada peserta didik untuk menemukannya sendiri dalam menyajikan hidangan untuk menghasilkan penampilan hidangan tersebut setelah memahami prinsip-prinsip menyajikan suatu hidangan.
Secara umum hasil dari kegiatan belajar pada peserta didik diharapkan terjadinya perubahan tingkah laku pada peserta didik sebagai hasil pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungan.
Guru sebagai jabatan atau profesi memerlukan keahlian khusus. Pendidik yang baik pastinya akan menghasilkan sumber daya manusia yang unggul dalam menjawab tantangan yang menuntut kompetensi seperti sekarang ini. Tak terkecuali bagi guru mata pelajaran tata boga, seorang guru harus mampu menciptakan kondisi yang dapat merangsang serta mengarahkan kegiatan belajar peserta didik untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang mengakibatkan perubahan tingkah laku.
Dalam pembelajaran tata boga yang dapat diterapkan oleh guru kepada peserta didik, dapat disesuaikan dengan kehidupan keluarga masing-masing siswa dengan cara mengamati. Walaupun proses ini penuh tantangan, aktivitas, serta kreativitas tinggi tentunya akan menjadi pembelajaran yang berharga.
Belajar tata boga akan efisien dan efektif bila peserta didik dilibatkan, tidak hanya jadi penonton melainkan bisa tampil dengan segala makanan yang dikelola oleh setiap siswa dan siswi sendiri. Produk tata boga yang menarik dan dapat diminati konsumen akan menstimulasi minat belajar lebih lanjut dan mempercepat belajar.
Dalam prosesnya, siswa perlu mengamati produk tata boga. Dengan begitu, sesuatu yang teramati akan lebih lama untuk diingat. Pembelajaran tata boga juga butuh praktik sehingga akan lebih mudah dipahami.
Adapun faktor yang mempengaruhi hasil belajar tata boga yaitu kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik sendiri, baik berupa kemampuan dasar maupun kemampuan fungsional.
Kemampuan dasar meliputi daya pikir, daya kalbu dan daya raga. Daya pikir dalam belajar tata boga yaitu kemampuan menyusun menu dari beberapa hidangan yang telah diketahui, mengenal resep hidangan dari bahan dasar bumbu, langkah-langkah pembuatan, mengenal kegagalan membuat hidangan makanan dari suatu resep, menciptakan resep hidangan yang rasanya telah ditentukan, menciptakan hidangan yang berbeda dengan yang sudah ada.
Daya kalbu dalam belajar tata boga diperlukan agar siswa mengerti etika makan sebagai makhluk berbudaya dan beragama; menerapkan sanitasi dan kebersihan dalam mengolah makanan untuk menghasilkan produk makanan yang menyehatkan lahir dan batin.
Sementara itu daya raga dalam belajar tata boga diperlukan dalam mengolah dan menyajikan berbagai jenis makanan untuk pesta besar, upacara tradisi atau keagamaan yang memerlukan stamina, ketahanan dan ketekunan di samping keterampilan.
Dalam belajar tata boga, selain kemampuan dasar juga diperlukan pula kemampuan fungsional yaitu kemampuan memanfaatkan teknologi dalam melakukan pengawetan makanan, kemampuan mengelola bahan makanan yang melimpah, mendistribusikan bahan dan produk makanan untuk orang banyak seperti makanan untuk pesanan rumah sakit, makan karyawan buruh pabrik. Kemampuan mengelola makanan ini diperlukan ilmu tingkat tinggi agar tidak berlebih dan kekurangan. Semua itu memerlukan perhitungan yang tepat .
Peserta didik yang memiliki minat yang sama dalam tata boga, jika belajar secara berkelompok akan lebih cepat proses belajarnya jika dibandingkan dengan sendirian. Namun selain itu yang menentukan kesuksesan dalam pembelajaran tata boga adalah kualitas dari pembelajaran tata boga itu sendiri. (*)
Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link ini atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!
Editor: Moh. Haris Suhud, S.S.