Oleh Muhtar Arifin
Pengajar di Ma’had Ali Al-Furqon Magelang
Mengajar di masa pandemi merupakan fakta yang harus dihadapi oleh para guru. Masing-masing didesak oleh keadaan untuk senantiasa meningkatkan diri sehingga mendapatkan kemudahan dalam mengajarkan ilmu kepada para peserta didik. Berbagai sarana mesti dipelajari dan dikuasai agar dapat mengajar dengan baik.
Di masa pandemi ini, gerakan literasi kian digalakkan. Salah satu dimensinya adalah literasi baca dan tulis. Dalam buku Peta Jalan Gerakan Literasi Nasional (hlm. 8) dijelaskan bahwa literasi baca dan tulis adalah pengetahuan dan kecakapan untuk membaca, menulis, mencari, menelusuri, mengolah dan memahami informasi untuk menganalisis untuk mencapai tujuan mengembangkan pemahaman dan potensi serta berpartisipasi di lingkungan sosial.
Adanya gerakan ini menjadi sebuah motivasi bagi kita para guru untuk selalu belajar dan meningkatkan kemampuan diri. Meskipun para guru telah banyak belajar di waktu yang lalu, akan tetapi tidak sepantasnya kita berhenti belajar.
Ilmu adalah kebutuhan manusia di setiap waktu. Imam Ahmad menjelaskan bahwa manusia lebih butuh kepada ilmu daripada kepada makanan dan minuman. Hal itu karena makan cukup sekali dua kali dalam sehari, sedangkan ilmu selalu dibutuhkan selama manusia masih bernafas.
Gerakan literasi ini juga mengingatkan kita tentang kecintaan para ulama terdahulu kepada buku. Mereka adalah suri tauladan yang luar biasa berkaitan dengan buku. Dengan segala keterbatasan yang mereka miliki, akan tetapi semangat mereka membara mengalahkan semangat sebagian orang di zaman ini.
Tentu saja saat itu belum ada komputer, percetakan, laptop, bahkan mesin ketik. Tetapi mereka menulis dengan alat yang amat sederhana, membaca dari lembaran-lembaran model kuno.
Sudah sepantasnya kita sebagai guru perlu menengok bagaimana perhatian mereka terhadap ilmu dan buku. Hal itu agar kita semakin cinta kepada ilmu dan belajar.
Berikut ini, adalah beberapa perhatian para ulama terdahulu terhadap literasi.
1. Ditulisnya kitab tentang anjuran menulis
Para ulama terdahulu telah menulis kitab yang memperhatikan masalah penulisan. Di antaranya adalah Imam al-Khathib al-Baghdadi (w. 463 H). Beliau adalah seorang ulama Baghdad yang telah menyusun kitab yang berjudul Taqyiidul Ilm. Dalam kitab tersebut dijelaskan tentang riwayat-riwayat penulisan ilmu, keutamaan dan manfaat kitab, anjuran mengoleksi kitab, kisah-kisah orang-orang yang merasakan kenikmatan luar biasa dengan membaca kitab dan anjuran meminjamkan kitab kepada orang lain.
2. Disusunnya kitab tentang adab mencatat
Adab merupakan perkara yang amat penting, termasuk dalam menulis dan mendikte sebuah naskah untuk orang lain. Sehingga Imam as-Sam’ani (w. 562 H) telah menyusun kitab: “Adabul Imla’ wal Istimla’”.
Penulisan kitab tersebut karena ada orang yang meminta kepada beliau untuk menyusun kitab tentang adab imla’ (mendikte) dan istimla’ (meminta didiktekan). Disusunnya kitab ini menunjukkan bahwa adab adalah termasuk perkara yang semestinya dijunjung tinggi dalam menjadikan suksesnya gerakan literasi.
3. Membaca buku setiap waktu
Membaca adalah sebuah nikmat yang amat besar dari Allah ta’ala. Lembaran-lembaran sejarah telah mengabadikan bagaimana kecintaan kaum terdahulu terhadap membaca. Salah satunya adalah Imam az-Zuhri. Beliau adalah salah satu contoh dari sejumlah imam yang sangat senang dengan membaca ketika berada di rumahnya.
Ibnu Khallikan menjelaskan dalam Wafayaatul A’yan (IV/178) bahwa apabila Imam Az Zuhri di rumah maka beliau sibuk dengan kitab-kitabnya, maka beliau terlalaikan dari urusan-urusan dunia. Bahkan isteri beliau sampai cemburu dengan kitab-kitab tersebut. Ia mengatakan bahwa kitab-kitab tersebut lebih berat baginya. Ia lebih rela dimadu oleh tiga wanita daripada dimadu oleh kitab-kitabnya.
4. Membaca buku meskipun sedang sakit
Sakit bukanlah halangan untuk membaca. Demikianlah yang terjadi pada Syaikhul Islam Ibnu Tamiyyah (w. 728 H). Salah satu murid beliau yang bernama Ibnul Qayyim al-Jauziyyah (w. 751 H) telah mengungkapkan hal tersebut.
Dalam kitab Roudhatul Muhibbin (hlm. 70) bahwa Syaikhul Islam pernah mengalami sakit, lalu dokter mengatakan bahwa membaca kitab dapat menambah sakitnya. Lalu beliau menjawab bahwa beliau tidak bisa meninggalkan membaca. Kemudian beliau mengatakan bahwa jiwa beliau menjadi gembira ketika berinteraksi dengan ilmu, sehingga menjadi jalan cepatnya kesembuhan.
5. Membantu orang lain membaca sampai melahirkan di perpustakaan
Di antara kisah unik yang tercatat dalam sejarah adalah kisah Ibunda dari Imam as-Suyuthi (w. 911 H). Beliau membantu suaminya dalam menelaah kitab-kitab yang ada di perpustakaannya. Hal itu karena ayahanda beliau adalah seorang ulama yang menguasai berbagai disiplin ilmu, di antaranya fiqih, faraidh, ushul, nahwu, tashrif, balaghah, dan sebagainya.
Ayahanda Imam As-Suyuti dibantu oleh istrinya ketika menelaah kitab-kitab yang dimilikinya. Ketika sedang membantu sang suami, beliau dalam keadaan hamil tua dan merasakan kesakitan akan melahirkan. Setelah itu, beliau melahirkan putranya di antara kitab-kitab yang banyak. Oleh karena itu, putra yang dilahirkan ini, yaitu Imam As-Suyuti dijuluki Ibnul Kutub (Putranya kitab-kitab).
Sejarah juga mengabadikan bagaimana Imam As-Suyuti ini telah menjadi pelopor gerakan literasi dalam islam. Karya ilmiyah beliau mencapai ratusan dan memiliki partisipasi dalam berbagai disiplin ilmu.
6. Tidak kesepian karena buku adalah teman
Para ulama dahulu amat semangat untuk membaca kitab. Mereka tidak merasa kesepian ketika yang menemaninya adalah kitab-kitab yang mereka baca. Di antaranya adalah Imam Abdullah bin Mubarak.
Beliau pernah banyak duduk di rumahnya. Lalu ada orang yang bertanya kepada beliau: “Tidakkah engkau merasa kesepian?”
Lalu beliau menjawab: “Bagaimana aku merasa kesepian, sedangkan aku ditemani oleh Nabi – shallallahu ‘alaihi wasallam- dan para sahabat?!”
Ungkapan Ibnul Mubarak tersebut menunjukkan bahwa membaca merupakan kenikmatan yang luar biasa melebihi dari sekedar berkumpul-kumpul yang tidak mendatangkan manfaat dan maslahat. Oleh karena itu, beliau merasa ditemani oleh orang-orang mulia karena yang beliau baca adalah ucapan-ucapan dan riwayat-riwayat orang pilihan, yaitu Nabi dan para sahabat.
Demikian adalah sekelumit tentang perhatian kaum terdahulu terhadap kitab. Semoga kita sebagai guru semakin bersemangat untuk meningkatkan kemampuan kita dan bersemangat dalam mengembangkan diri. Dengan demikian akan membawa kepada perubahan pada peserta didik kita, masyarakat, bangsa serta negara kita.
Dapatkan info terbaru dan ikuti seminar atau diklat untuk guru secara gratis yang dapat menunjang profesionalitas serta kompetensi dengan cara menjadi anggota e-Guru.id. Klik pada link INI atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!