Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “Guru” diartikan sebagai orang yang pekerjaannya atau mata pencahariannya dari mengajar. Pengertian guru menurut KBBI tersebut masih sangat umum dan belum bisa menggambarkan sosok guru yang sejati. Lalu seperti apa guru yang sejati itu?
Untuk menjadi seorang guru sejati tidak semudah membalik telapak tangan. Kemampuan seseorang dalam bermain peran sebagai guru di dalam kelas tidak lantas menjadikannya disebut guru sejati. Atau seorang guru yang memiliki beribu-ribu penghargaan pun belum pantas mendapat predikat guru sejati. Bahkan gelar akademik tertinggi sundul langit pun belum cukup membuat guru menyandang gelar guru sejati.
Guru sejati adalah guru yang mampu mengembang unsur – unsur yang dititiskan oleh Sang Ilahi. Unsur tersebut harus benar-benar terpatri di dalam jiwa guru tersebut. Apa sajakah unsur titisan dari Tuhan yang harus dimiliki seorang guru agar pantas mendapatkan julukan guru sejati?
Mengabaikan Upah, Mengikhlaskan Diri
Menjadi guru sejati tidak boleh mengharapkan upah yang layak karena bisa menimbulkan rasa kurang perhatian atau apatis pada segala aktivitas pembelajaran. Jika Anda ingin jadi orang kaya di dunia, jangan jadi guru. Tapi jadilah pengusaha.
Jadikanlah profesi guru sebagai ladang amal jariah dengan menepikan nominal-nominal upah yang belum tentu membawa keberkahan hidup. Oleh sebab itu mengajarlah dengan tulus tanpa dasar rasa pamrih sehingga upah itu akan dibayar oleh Sang Pencipta alam ini. Ketika Tuhan sudah menentukan rezeki, yakin dan percayalah rezeki bisa datang dari segala penjuru.
Dan jadilah pahlawan tanpa mengharapkan apa-apa. Cukup apa yang telah kita berikan kepada anak didik, semoga kelak akan dibalas setimpal oleh sang Maha Pencipta.
Mengajar sebagai Media Beramal
Jadikan aktivitas mendidik sebagai media amal dan sedekah. Jangan berpura-pura lupa atau pura-pura tuli bahwa banyak dari siswa membutuhkan perhatian guru ketika sedang berada di kelas atau di sekolah.
Memberikan ilmu kepada anak-anak didik dapat mengangkat derajat mereka. Lebih dari itu, guru juga bisa sebagai orang tua angkat selama menjalani proses pembelajaran. Guru merupakan pengganti orang tua, ketika orang tua mereka sedang pergi kerja untuk mengais rezeki.
Guru diharapkan mampu memenuhi kasih sayang dan memberikan perhatian yang mungkin tidak mereka dapatkan dari orang tua mereka sendiri. Maka, jadilah guru yang mengayomi dan guru yang mau ambil peran untuk mencukupi kebutuhan primer mereka. Semua itu adalah ladang amal dan ladang doa-doa orang yang diijabahi oleh Allah SWT.
Loyal terhadap Kemajuan
Demi mencerdaskan kehidupan bangsa dan mendidik anak-anak, lakukanlah sebuah perubahan pada diri sendiri demi kemajuan pendidikan. Tanpa ada rasa loyal untuk terus mengembagkan diri, yakinlah seorang guru hanya akan menjadi pemilik masa lalu. Sementara itu, orang yang mau terus belajar dan mengembangkan diri, dialah orang yang akan menguasai masa depan.
Bila guru tidak mau membuka lembaran-lebaran baru untuk terus memproses peningkatan diri, jangan berharap guru mampu mendidik dengan baik. Ibarat sebuah pisau, bila diasah terus-menerus dia akan menjadi tajam dan berkilau.
Disiplin
Jadilah guru yang pertama datang dan terakhir pulang. Karena bila guru datang lebih awal banyak hal yang bisa dilakukan, di antaranya dapat menyalami mereka di pintu-pintu masuk gerbang sekolah. Dan kedisiplinan tersebut bisa menjadi teladan bagi siswa.
Sikap disiplin sendiri bisa melahirkan peradaban yang maju. Sebab salah satu kunci kesuksesan hidup di dunia ini adalah kedisiplinan.
Jangan segan dan canggung dalam menerapkan kedisiplinan kepada siswa. Jangan pula separuh-separuh untuk terus memantau dan melakukan kedisiplinan terhadap anak didik. Jika kedisiplinan tersebut diterapkan dengan benar dan konsisten, mereka akan merasakan sendiri bahwa kedisiplinan sangat penting. Sehingga tanpa dipantau, mereka pun sudah siap melakukan kedisiplinan secara mandiri.
Mengajar dan Mendidik sebagai Ladang Ibadah
Seperti sabda Rasulullah SAW : “Apabila manusia meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga: yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaatdan anak sholeh yang mendoakan kepadanya.”
llmu yang guru ajarkan bisa menjadi ladang pahala yang berlipat ganda. Misal, orang mengajarkan ilmu kepada orang lain. Kemudian ilmu tersebut diamalkan serta diajarkan kepada orang lainnya lagi, dan seterusnya sampai ilmu tersebut bermanfaat bagi banyak orang, maka orang yang turut mengamalkan dan mengajarkan akan mendapat pahala secara terus-menerus hingga ke liang lahat.
Ikhlas Memberi Tak Harap Kembali
Dengan menyerahkan diri seutuhnya untuk menjadi seorang guru, maka kita harus siap merelakan segalanya dalam hal menyampaikan ilmu tanpa mengharap balasan. Bila kita sudah mampu menerapkan ilmu keikhlasan ini maka tidak ada yang sulit untuk kita lakukan dalam mentransfer ilmu kepada siapapun.
Jika enam komponen besar di atas sudah mendarah daging dalam jiwa seorang guru, maka ia pantas mendapatkan julukan guru sejati.
Ditulis Oleh: Kasyifal Ghammi Thaib, S.Kom