“Guru yang tidak mau atau tidak mampu menulis karya ilmiah adalah guru yang tidak profesional.” ~ Cepi Triatna
Pernyataan Cepi Triatna (2008) di atas didasari oleh salah satu indikator yang harus dimiliki guru dalam kompetensi profesionalnya. Indikator yang dimaksud adalah guru harus mampu melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) dan menyusun laporannya.
Ada 10 kompetensi yang diperlukan guru agar menjadi profesional, di antaranya adalah kemampuan melakukan penelitian sederhana dalam rangka meningkatkan kualitas profesional guru, khususnya kualitas pembelajaran. Dengan demikian, maka guru dituntut harus mampu melakukan publikasi ilmiah bentuk penelitian tindakan kelas.
Penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh seorang guru secara langsung atau tidak langsung akan memberikan satu bentuk pembelajaran yang berbeda dengan kebiasaan sebelumnya. Dengan penelitian tindakan kelas, guru dapat melakukan introspeksi dan perbaikan melalui refleksi dari hasil proses tindakan yang dapat dilakukan bersama-sama dengan rekan seprofesi.
Dalam membuat penelitian tindakan kelas, guru akan mendapatkan dua manfaat sekaligus yakni meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas dan laporannya juga dapat diajukan dalam bentuk angka kredit untuk persyaratan kenaikan pangkat.
Publikasi ilmiah dalam bentuk penelitian tindakan kelas merupakan salah satu persyaratan untuk kenaikan pangkat bagi guru sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
Dengan diberlakukannya peraturan tersebut, maka semakin jauh harapan guru untuk dapat naik jenjang kepangkatannya jika tidak dapat membuat penelitian tindakan kelas. Sekarang guru dituntut harus memiliki karya tulis atau publikasi ilmiah sebagai pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB) dan sebagai wujud karya guru yang profesional pada bidangnya.
Sejak diberlakukannya perhitungan dan penetapan angka kredit bagi pendidik di semua jenjang pendidikan dasar dan menengah, kenaikan pangkat memang dianggap semakin sulit. Tidak hanya bagi golongan IV/a ke atas namun juga bagi golongan III/b. Publikasi ilmiah ini sudah diberlakukan bagi golongan III/b, walaupun diberi kebebasan memilih jenis karya publikasi ilmiah dan karya inovatif.
Upaya meningkatkan kemampuan guru dalam membuat publikasi ilmiah khususnya penelitian tindakan kelas merupakan kebutuhan yang mendesak dan harus dilaksanakan. Sebab kemampuan membuat penelitian tindakan kelas merupakan wujud nyata dari kompetensi profesional guru. Di samping itu. juga sebagai salah satu prasyarat untuk mengusulkan kenaikan pangkat bagi guru berstatus pegawai negeri sipil (PNS).
Guru yang ingin naik pangkat harus memiliki kemampuan untuk menulis karya ilmiah baik dalam bentuk artikel pendidikan, buku pelajaran, atau hasil penelitian terutama hasil penelitian tindakan kelas. Hal ini dianggap merupakan suatu treatment yang dapat mempengaruhi dan berdampak langsung pada peserta didiknya. Selain itu, ditujukan juga untuk meningkatkan proses belajar di kelas.
Kenyataannya sampai saat ini pembuatan penelitian tindakan masih menjadi momok yang menakutkan bagi sebagian besar guru. Alasan klasik yang sering dikemukakan adalah; banyaknya beban tugas tambahan, tidak ada waktu, sudah tua atau sudah mau pensiun, merasa berjalan sendiri, tidak percaya diri, tidak mengetahui manfaatnya, kurangnya keberanian untuk memulai, dan tekat untuk menyelesaikannya.
Berbagai alasan tersebut dapat dipatahkan jika guru sadar akan kompetensi profesional yang harus dimilikinya dan adanya upaya untuk mewujudkan diri sebagai guru profesional. Oleh karena itu, diperlukan berbagai program pengembangan kompetensi profesional guru di sekolah.
Peningkatan kemampuan guru dalam membuat penelitian tindakan kelas dapat dilakukan dengan berbagai kegiatan seperti bimbingan teknis, diklat, dan lain-lain. Salah satunya adalah workshop pembuatan penelitian tindakan kelas.
Workshop ‘Bersehati’
Bersehati merupakan akronim dari Berkelanjutan (Ber), Semangat Kekeluargaan (Se), Bertahap (Ha) dan Terbimbing (Ti). Dan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam satuan pendidikan perlu diadakan sebuah workshop atau pelatihan dengan konsep tersebut.
Berkelanjutan
Sekolah perlu memprogramkan dan melaksanakan kegiatan workshop pembuatan penelitian tindakan kelas bagi guru dengan narasumber yang berkompeten. Pembuatan penelitian tindakan kelas dilakukan oleh masing-masing guru. Pembimbingan dan pendampingan secara pribadi kepada guru dilakukan oleh kepala sekolah dan guru lainnya yang dianggap berkompeten.
Selanjutnya diadakan kegiatan workshop lanjutan sesuai kesepakatan bersama para guru dalam membuat penelitian tindakan kelas. Hal ini dimaksudkan agar kegiatan workshop pembuatan penelitian tindakan kelas dapat berkelanjutan. Dan pada akhirnya guru dapat menghasilkan laporan penelitian tindakan kelas.
Workshop lanjutan ini menjadi tanggung jawab dari setiap guru yang membuat penelitian tindakan kelas. Agar pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik maka workshop lanjutan akan tetap dilaksanakan di sekolah. Dengan catatan bahwa kegiatan workshop lanjutan tidak mengganggu kegiatan belajar-mengajar dan program sekolah lainnya. Jadi kegiatan workshop lanjutan ini dilakukan setelah kegiatan belajar mengajar selesai.
Semangat Kekeluargaan
Menyelesaikan pembuatan penelitian tindakan kelas dengan sistem kerjasama tim guru mata pelajaran harus terbangun. Semua guru saling mendukung dan saling membantu atau menopang satu sama lainnya. Dan yang terpenting adalah adanya rasa saling membutuhkan. Tidak perlu malu bertanya, saling belajar dari kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Bertahap
Kegiatan pelatihan harus dilakukan dengan tahapan yang benar. Misalnya, dibuatkan alurnya agar memudahkan guru pemula dalam menyelesaikan penelitian tindakan kelasnya. Pelatihan tersebut juga dilaksanakan berdasarkan tahapan waktu dan tahapan kualitas kompetensi yang dimiliki guru.
Terbimbing
Workshop tentang pembuatan penelitian tindakan kelas disajikan dan dibimbing oleh narasumber utama yang berkompeten. Selanjutnya pembimbingan dilanjutkan oleh kepala sekolah. Kepala sekolah memfasilitasi guru yang membuat penelitian tindakan kelas untuk bekerjasama dalam tim mata pelajaran masing-masing. Di sinilah seorang kepala sekolah benar-benar dituntut berkompeten untuk membantu guru mengembangkan profesionalismenya dalam melakukan penelitian tindakan kelas.
Setiap guru dibimbing secara langsung atau melalui media sosial seperti WhatsApp hingga penyelesaian laporan. Perbaikan atau berbagai kesepakatan digunakan untuk mengurangi kesalahan dalam penulisan penelitian tindakan kelas. Selanjutnya dipresentasikan dan dibahas bersama lagi dalam workshop lanjutan dengan narasumber sesuai dengan jadwal yang disepakati bersama.
Setelah dipresentasikan dan dibahas bersama narasumber, guru memperbaiki laporan penelitian tindakan kelasnya. Kemudian sekolah memfasilitasi untuk diadakannya seminar hasil penelitian dengan mengundang guru-guru dari sekolah terdekat.
Karya ilmiah yang dihasilkan oleh guru perlu dipublikasikan kepada khalayak umum sebagai bentuk sumbangan pemikiran bagi peningkatan kualitas pembelajaran di kelas dan perkembangan dunia pendidikan pada umumnya. Dengan demikian publikasi ilmiah yang dihasilkan pada dasarnya adalah wujud dari profesionalisme guru.
Dengan demikian, pada akhirnya tujuan pelaksanaan workshop pembuatan penelitian tindakan kelas dapat tercapai di mana guru mampu membuat penelitian tindakan kelas, melakukan perbaikan kualitas pembelajaran, serta layak dikatakan sebagai guru profesional.
Ditulis oleh: Yulianti Pulungtana, S.Pd, Kepala SMP Negeri 6 Nekamese, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur