Oleh Krisman Lameanda, S.Pd
Kepala SMPN 5 Bungku Utara Satap
Masa pandemi Covid-19 sangat mencemaskan bagi seluruh lapisan masyarakat di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia. Manusia menjadi bingung karena harus mengubah pola kegiatan yang sudah biasa dilaksanakan setiap hari.
Mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten, kecamatan sampai pada pedesaan pun merasa tidak nyaman dengan adanya pandemi ini. Peristiwa seperti ini adalah sesuatu yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Secara khusus, dampak pandemi sangat dirasakan pada seluruh lembaga-lembaga pendidikan. Para siswa tidak diperkenankan untuk hadir di sekolah untuk mengikuti pelajaran secara langsung atau tatap muka guna menghindari risiko penularan virus tersebut.
Pemerintah pusat sampai tingkat daerah mengeluarkan surat edaran agar tidak melaksanakan kegiatan pembelajaran di sekolah. Lalu bagaimana dengan siswa yang harus mengikuti pembelajaran di sekolah? Bagaimana masa depan mereka jika tidak sekolah? Inilah tantangan yang harus dipikirkan secara matang.
SMPN 5 Bungku Utara Satu Atap di Kabupaten Morowali Utara merupakan di antara sekolah yang tidak diperbolehkan melakukan pembelajaran tatap muka walaupun sekolah ini berada jauh dari kota. Hal ini disebabkan karena terdapat beberapa warga yang terkonfirmasi Covid-19. Melihat situasi tersebut, pemerintah memberikan himbauan dengan surat edaran dan tidak mengizinkan semua sekolah melaksanakan tatap muka. Ini merupakan suatu tantangan bagi setiap guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar di sekolah.
Saya sebagai kepala sekolah yang harus merangkap mengajar mata pelajaran Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti di kelas tujuh, delapan dan sembilan sangat merasakan dampak situasi pandemi ini. Pada masa pandemi ini proses pembelajaran dianjurkan untuk dilaksanakan secara daring. Ini merupakan hal yang baru khususnya bagi sekolah kami yang berada di daerah yang terpencil di mana jaringan internet kurang stabil. Sehingga pembelajaran secara daring pun tidak bisa dilakukan.
Dengan pertimbangan itu, maka secara otomatis pembelajaran harus dilakukan dengan cara lain. Sebagai pimpinan bersama teman-teman guru lain, saya mengusulkan untuk menerapkan metode pembelajaran home visit. Sebab cara tersebut yang kami rasa paling efektif melihat kondisi di daerah kami.
Keputusan menggunakan metode tersebut pun disetujui oleh seluruh guru, orang tua/wali, dan siswa. Tentu saja dalam pelaksanaannya menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Dengan metode home visit ini, pembelajaran akan lebih menyentuh hati siswa dan mereka akan lebih serius dalam belajar. Sebab mereka bisa secara langsung bertemu dengan gurunya.
Dalam metode home visit ini, para guru termasuk saya melakukan kunjungan ke tempat tinggal siswa untuk memberikan pembelajaran secara langsung dan membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi siswa. Sebelum mengajar, guru telah menyiapkan modul sebagai acuan peserta didik dalam belajar, sehingga mereka mampu menyelesaikan dan menuntaskan kompetensi dasar yang telah diprogramkan oleh setiap guru.
Sebelum pembelajaran dilaksanakan, misalnya saya sebagai guru kelas delapan, harus memberi informasi terlebih dahulu kepada siswa yang berjumlah 36 orang. Dari jumlah tersebut, mereka harus membentuk kelompok belajar yang terdiri dari 5 orang per kelompok pada setiap desa untuk memudahkan guru memonitor serta menerapkan jaga jarak.
Setiap kelompok juga harus menentukan tempat-tempat belajar di rumah salah satu siswa secara bergiliran. Untuk jadwal pembelajaran di setiap kelas home visit ini, para siswa mendapatkan jadwal setiap mata pelajaran selama satu kali pertemuan dalam satu minggu, dengan waktu pembelajarannya mulai pukul 08.00 sampai 09.30 WIT.
Dengan cara belajar seperti ini di tengah pandemi membuat aktivitas belajar siswa tampak lebih bersemangat. Mereka beranggapan bahwa ketika metode home visit dilaksanakan, itu kesannya sama dengan mereka belajar tatap muka, hanya saja tempat dan kondisinya yang berbeda.
Tantangan Pelaksanaan Home Visit
Dalam melakukan setiap metode pembelajaran apa saja pasti memiliki tantangan. Entah tantangan itu asalnya dari dalam maupun dari luar. Demikian halnya dengan metode home visit yang kami lakukan. Salah satu tantangan dalam implementasi home visit adalah sulitnya mencari letak rumah siswa yang akan dijadikan tempat belajar.
Suka dan duka dalam perjalanan untuk home visit sering saya alami sendiri. Terkadang saya menemui banyak rintangan dalam perjalanan yang sangat jauh dari sekolah. Karena untuk dapat sampai ke rumah siswa, saya harus melewati jalan yang rusak, berbatu, dan bergelombang. Belum lagi ketika harus mencari alamat rumah peserta didik yang tidak terdeteksi di Google Maps.
Sebagian siswa di sekolah kami tidak menetap dalam satu perkampungan. Mereka masih hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Kondisi seperti ini tentu berbeda sekali dengan siswa yang tinggal di perkotaan yang sudah pasti menetap dan memiliki alamat rumah yang lengkap dan jelas.
Selain letak rumah, jalan, cuaca, beberapa orang tua siswa terkadang tidak dapat memberikan informasi mengenai anaknya terkait dengan belajarnya, kebiasaannya, dan juga informasi lain yang dibutuhkan guru saat berkunjung ke rumah. Hal ini disebabkan karena sebagian besar orang tua siswa jarang berada di rumah saat anaknya belajar. Hampir sebagian besar mereka menghabiskan waktu di kebun atau di hutan untuk mencari nafkah buat keluarga.
Tetapi itu semua tidak mengurangi semangat guru-guru di sekolah kami dalam melaksanakan kunjungan ke rumah siswa. Hari ini tidak bertemu dengan orang tuanya, besok dan seterusnya pasti akan bertemu. Itulah semangat saya secara pribadi dalam melaksanakan tugas di lapangan.
Pembelajaran dengan kunjungan ke rumah ini satu-satunya pilihan yang bisa kami pilih. Selain itu dengan metode pembelajar tersebut para siswa akan dapat menangkap pembelajaran secara visual dan audio. Itulah efektifnya metode home visit yang diterapkan di SMPN 5 Bungku Utara Satap selama pandemi.
Tidak kalah pentingnya juga, dengan penerapan home visit ini guru ataupun pihak sekolah dapat mengetahui informasi secara langsung kendala ataupun perilaku yang dilakukan siswa di rumah. Sebab terkadang kendala atau permasalahan belajar yang dialami siswa di sekolah dipengaruhi oleh permasalahan-permasalahan yang ada di rumah. Dengan home visit ini juga guru dapat berinteraksi langsung dengan orang tua atau wali siswa, sehingga guru dapat mengetahui profil siswa secara faktual.
Dengan dilakukan metode home visit ini pembelajaran di sekolah kami tetap bisa berjalan. Saya sebagai pimpinan yang sekaligus merangkap sebagai guru hanya berpikir bagaimana memanfaatkan waktu yang ada tanpa melihat situasi dan kondisi yang terjadi. Waktu yang ada perlu dimanfaatkan sebaik mungkin dan tak perlu menunda-nunda untuk melakukan suatu kebajikan kepada siswa.
Siswa adalah tanggung jawab penuh bagi setiap guru. Keberhasilan, kepintaran, etika dan moral yang baik akan dimiliki oleh siswa ketika gurunya bisa memberikan teladan yang baik dan mengajar dengan hati yang tulus. Semoga metode home visit yang kami lakukan di sini dapat menjadi inspirasi bagi teman guru lain, khususnya yang bertugas di daerah terpencil seperti di tempat kami.
Dapatkan info terbaru dan ikuti seminar atau diklat untuk guru tentang cara penggunaan teknologi dalam pendidikan dengan cara menjadi anggota e-Guru.id. Klik pada link INI atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!