Ditulis oleh Ganggiwati, S.Pd.
Guru di SMP Negeri 2 Sawangan, Kabupaten Magelang
Mata pelajaran IPA yang mengutamakan proses bukan hasil untuk pembelajarannya tetap harus melaksanakan ujian praktik bagi peserta didiknya di masa pandemi Covid-19 seperti sekarang ini. Mata pelajaran IPA tentunya memiliki banyak masalah ketika pembelajaran harus dilakukan secara daring karena proses pembelajaran IPA yang saat pembelajaran tatap muka banyak dilakukan di laboratorium.
Saya mengajar di salah satu sekolah yang terletak di lereng Gunung Merapi dan Merbabu, tepatnya di SMP Negeri 2 Sawangan yang mayoritas peserta didiknya berasal dari daerah setempat. Jika ditinjau dari latar belakang sosial ekonomi orangtua, banyak siswa yang mengalami kendala dalam pembelajaran daring di mana banyak yang tidak tinggal bersama orang tua dan hanya memiliki satu ponsel.
Terobosan baru dengan blended learning harus dilakukan, karena dengan hanya mengandalkan daring saja tidak mungkin. Apalagi kalau harus dengan media video tentunya akan terkendala dengan kuota internet dan terdapat 11 mata pelajaran yang diujikan bersama dalam satu minggu.
Ujian praktik IPA yang rencana awal akan dilaksanakan di sekolah dengan menggunakan alat di laboratorium secara berkelompok. Namun dibatalkan karena kami harus mentaati aturan dari dinas yang belum mengizinkan dilaksanakan pembelajaran tatap muka.
Penyikapan Ujian saat Pandemi
Kegiatan ujian diawali dengan sosialisasi POS Ujian Sekolah termasuk mata pelajaran IPA yang dalam praktiknya kami mengambil KD 4.1, untuk menyajikan hasil percobaan tentang getaran, gelombang, atau bunyi.
Untuk melaksanakan hal tersebut memerlukan menggunakan statif, namun juga bisa menggunakan bahan dan alat yang mudah ditemukan di sekitar tempat tinggal peserta didik. Di luar dugaan yang dalam LKPD kami hanya meminta untuk menggunakan apa yang ada dan tidak perlu membuat, ternyata yang saya temukan anak begitu antusias membuat alat statif dengan kreativitas yang beraneka macam. Sungguh ini di luar pemikiran kami dari awal. Tentunya apa yang sudah dilakukan peserta didik yang rata- rata dari daerah pegunungan patut mendapat apresiasi.
Setelah siswa mengambil LKPD, saya berikan arahan untuk melaksanakan praktik sekitar 5- 10 menit. Kemudian saya minta untuk memfoto saat mereka praktik. Beberapa peserta didik langsung setelah waktu praktik bermunculan mengirim foto dengan seragam sekolahnya saat melaksanakan praktik mandiri di rumahnya dengan alat yang sederhana namun benar- benar statif. Demikian juga dengan laporan yang sudah dibuat dari hasil praktik yang baru saja dilaksanakan.
Kami selaku guru merasa sangat bangga dengan apa yang sudah dilakukan peserta didik. Akhirnya beberapa peserta didik yang sudah mengirimkan foto, kami share ke kelas untuk kami jadikan sebagai bentuk apresiasi sekaligus sebagai motivasi bagi teman- temannya yang belum selesai melaksanakan.
Ini adalah momen yang tak terlupakan karena baru tahun ini dilaksanakan ujian praktik IPA sepanjang 35 tahun saya mengajar.
Antusiasme yang begitu tinggi dengan mata pelajaran IPA yang ditandai dengan respon yang begitu luar biasa. Hal itu menjadikan kami selaku guru IPA tidak boleh hanya berhenti di situ saja dengan menerima hasil pekerjaan ujian praktik peserta didik dalam bentuk foto saja. Laporan hasil praktik dan alatnya pun dikumpulkan di sekolah satu minggu kemudian.
Cara seperti ini bisa menjadi pemahaman yang bagus untuk mata pelajaran IPA, khususnya tentang getaran yang diperoleh peserta didik melalui praktik langsung dengan membuat alatnya sekaligus. Ini merupakan pembelajaran yang seru di mana mengutamakan proses membangun pengetahuan melalui praktik ketika pengajaran tidak dapat dilakukan secara tatap muka. (*)
Editor: Moh. Haris Suhud, S.S.