Ditulis oleh Heni Nurani, S.Pd., Mengabdi di SMAN 5 Garut
Dulu aku adalah seorang non-ASN (Aparatur Sipil Negara), mengajar Bahasa Inggris. Dalam satu bulan aku pernah mengajar hingga di 5 sekolah. Dan itu sangat melelahkan karena di antara sekolah tersebut aku mengajar di kelas siang. Aku mengajar di sekolah negeri dan swasta mulai dari tingkat SD, SMP sampai SMA.
Pada titik tertentu, akhirnya aku merasakan lelah yang luar biasa karena aku harus berkejaran dengan waktu supaya bisa tepat waktu. Lalu aku mengundurkan diri dari beberapa sekolah dan aku putuskan untuk fokus mengajar di salah satu sekolah SMP.
Beberapa waktu kemudian, ketidaknyamanan mulai muncul. Aku merasakan ada ketidakadilan dengan jam mengajar; yaitu ketika ada guru baru yang sama-sama non-ASN namun diberikan jam mengajar lebih banyak.
Jujur saja, dulu aku mengajar atas dasar money oriented. Semakin banyak jam mengajar yang aku dapat tentu saja akan meningkatkan penghasilanku.
Di tengah kegalauan itu, mula-mula ada tawaran kerja jadi CSR di PT. TELKOM. Aku diterima setelah melalui tes komputer dan wawancara. Ini adalah dunia yang terbilang baru untukku, di mana aku harus berpenampilan ala parlente, cantik, dan menarik karena akan berhadapan dengan banyak pelanggan.
Aku hanya bertahan satu tahun dalam pekerjaan itu. Aku memutuskan membatalkan kontrak dan mengundurkan diri. Aku rasa menjadi CSR bukan duniaku. Aku merasakan kelelahan yang sangat berat, bukan hanya lelah fisik namun juga lelah dalam perasaan yang bertentangan dengan jati diriku.
Aku kembali ke dunia pendidikan, mengajar lagi di sekolah menengah atas negeri. Di sekolah tingkat menengah atas ini, aku sangat diperhatikan. Jam mengajar yang diberikan sangat banyak sesuai ekspektasi walaupun jumlah penghasilannya tidak sama dengan waktu aku bekerja di PT. TELKOM.
Tahun 2019, aku ikut mendaftar tes PPPK dari kriteria K2 (kategori 2). Beruntungnya aku sudah masuk dalam database honorer karena sebelumnya sudah pernah mengajar di SMP.
Ketika mendapat panggilan tes, aku pergi bersama teman-teman ke Bandung. Waktu itu, sebenarnya kami belum mengetahui secara pasti jadwal tes kami. Setelah sampai di sana dan mencari informasi, ternyata jadwal tes terbagi dua hari; Sabtu dan Minggu.
Teman-temanku banyak yang akan menjalani ujiannya di hari Sabtu. Semantara aku hari Minggu. Ketika mereka sudah selesai menjalani tes, mereka meninggalkanku. Aku merasa kecewa dengan sikap teman-temanku itu, sebenarnya. Tapi, alhamdulillah, aku lulus di peringat ke-8.
Meskipun lulus tes, selama dua tahun setelah tes, status kami tidak jelas; tidak pernah ada kabar pengangkatan. Waktu itu sedang musim pandemi Covid-19.
Baru di tahun 2021, kabar bahagia menyambangi kami. Aku dan teman-teman dipanggil untuk dilantik dan mendapatkan SK PPPK. Pada saat itu, kami semua diwajibkan mengenakan pakaian hitam dan putih. Untuk wanita boleh memakai hijab warna hitam. Lucunya, dari sekian banyak guru wanita yang pakai jilbab, hanya aku yang memakai kerudung putih. Betapa malunya!
Ketika memasuki sebuah ruangan, kami diabsen berdasarkan penempatan sekolah. Ketika aku mau menandatangani daftar kehadiran tersebut, namaku terpisah dengan teman-temanku. Tidak ada sekolah yang tersedia setelah pelantikan tersebut. Semua temanku ditempatkan di sekolah asalnya. Sedangkan aku sendiri tidak ada penempatan.
Aku tanyakan kepada panitia namun jawabnya mengecewakan, katanya hanya aku yang belum ditentukan penempatannya oleh BKN (Badan Kepegawaian Negara.
Aku mulai galau. Di hadapan kepala BKD Bandung, aku berbicara di atas podium disaksikan 98 guru yang menghadiri acara tersebut. Tetapi tidak ada jawaban yang memuaskan. Akhirnya ketika pengambilan SK, aku tidak tidak berhenti menanyakan penempatanku di mana. Ternyata Ketika operator BKD melihat perjanjian yang ada di SK, penempatanku ternyata tertera di wilayah provinsi Jawa Barat.
Aku semakin pusing. Sampai rumah kepikiran hal itu. Beberapa kali kuhubungi sampai operator BKD mungkin bosan menerima telepon dariku yang terus meminta kejelasan.
Sesudah koordinasi dengan BKN, aku diberikan izin mengajukan surat lolos butuh dari sekolah. Tapi waktunya tidak banyak, sehari harus selesai.
Saat pengurusan surat tersebut, di sekolah tidak ada orang karena libur dan waktu itu kebetulan semua staf, guru, dan kepala sekolah sedang menghadiri pesta perkawinan rekan kerja. Beruntungnya, setelah jerih payah berjuang, ada “malaikat” penolong yakni Bapak wakil kepala mewakili kepala sekolah menyetujui pengajuannya: aku bisa ditempatkan di sekolah tersebut. Akhirnya turunlah Surat Perintah yang menyatakan bahwa aku ditempatkan pada sekolah asalku. Hingga sekarang aku mengajar di sekolahku ini.
Kini aku menikmati hari-hariku sebagai seorang ASN PPPK. Alhamdulillah, fasilitas yang dijanjikan oleh pemerintah sedikit demi sedikit terwujud, mesti harus negosiasi dengan pemegang kebijakan.
Selain mengajar, aku juga diberikan jam tambahan sebagai kepala perpustakaan. Entah karena aku suka menulis atau entah karena apa. Sekarang aku mulai sedikit memahami tentang perpustakaan. Aku banyak belajar dengan seorang pustakawati yang selalu sabar memberikan masukan dan ilmu perpustakan.
Belum lama ini, di sekolahku juga ada pemilihan Wakasek dan stafnya. Dengan berbagai alasan dan pertimbangan, aku memutuskan untuk ikut maju pada ajang pemilihan staf Wakasek. Dan aku dipercaya sehingga aku bisa masuk menjadi staf kurikulum untuk tahun pelajaran baru.
Sejauh perjalananku sampai titik ini dalam merintis karir, hingga aku menjadi seorang ASN PPPK, tentu banyak sekali krikil-krikil tajam yang melukai. Namun aku meminta kepada Allah agar selalu melindungi diriku.
Jangan lupa bagikan jika bermanfaat. Baca Berita dan Artikel Terbaru NaikPangkat.com di Google New