Kurikulum prototipe merupakan kurikulum baru 2022 yang pada prinsipnya menggaungkan konsep merdeka belajar. Pembelajaran diarahkan pada fleksibilitas guru sebagai pendidik dan keterbutuhan siswa sebagai peserta didik.
Banyak sekali hal yang baru dari kurikulum prototipe ini. Mulai dari aturan jam mengajar guru, pembelajaran yang berbasis pada proyek, diubahnya KI dan KD, KKM yang dihilangkan, opsi perangkat ajar selain RPP, dan banyak lagi perubahan-perubahan di setiap jenjangnya.
Kabarnya kurikulum ini akan diterapkan pada bulan juli 2022 mendatang. Dengan demikian elemen-elemen yang tergabung dalam satuan pendidikan utamanya guru, harus mampu memahami hal-hal apa saja yang baru dari kurikulum prototipe ini.
Implikasi Kurikulum Prototipe terhadap Tunjangan Sertfikasi
Banyak guru yang dibuat bingung dengan pengurangan jam mengajar tersebut. Karena selama ini syarat untuk mendapatkan Tunjangan Profesi Guru (TPG) adalah guru harus memenuhi beban mengajar 24 jam perminggu.
Hal ini menjadi salah satu yang masih menjadi pertanyaan dikalangan guru. Ini terjadi karena pada struktur kurikulum baru tersebut lebih banyak mengalihkan pada pembelajaran berbasis projek (project based learning).
Jam Mengajar Guru 24 Jam
Penjelasan serupa telah disampaikan melalui Putusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia tentang Program Sekolah Penggerak. Putusan ini salah satunya berisi tentang jam atau beban mengajar guru.
Putusan tersebut menjelaskan guru yang berkurang beban mengajarnya akan diberikan tugas tambahan atau tugas tambahan lain yang terkait dengan pendidikan pada satuan pendidikan.
Implikasi terhadap Guru yang Tetap tidak Memenuhi Jam Mengajar
Jika kemudian ada guru yang setelah ditambahkan tugas tambahan, akan tetapi tetap tidak terpenuhi 24 jam mengajarnya, maka akan diakui beban mengajarnya sebanyak 24 jam. Berikut penjelasannya.
Dalam hal masih terdapat guru yang tidak dapat memenuhi ketentuan paling sedikit 24 jam tatap muka perminggu berdasarkan struktur kurikulum Program Sekolah Penggerak guru tersebut diakui 24 (dua puluh empat) jam tatap muka perminggu jika pada kurikulum 2013 telah memenuhi paling sedikit 24 jam.
Artinya jika ada guru yang kekurangan jam mengajarnya atau dengan kata lain tidak cukup 24 jam, maka harus memaksimalkan terlebih dahulu tugas tambahan. Kemudian apabila masih tetap belum cukup, maka guru tidak perlu khawatir lagi karena tetap diakui 24 jam mengajar.
Dengan catatan saat kurikulum 2013 guru tersebut sudah memenuhi 24 jam mengajar perminggu-nya. Dengan demikian secara otomatis harusnya guru tersebut akan tetap menerima TPG meskipun terdapat implikasi jam mengajarnya berkurang atas penerapan kurikulum prototipe.
Implikasi dan Implementasi Kurikulum Prototipe dalam Pembelajaran
Peserta didik yang memasuki jenjang pendidikan Sekolah Dasar akan dihadapkan dengan perubahan pada beberapa mata pelajaran tertentu. Mata pelajaran IPA dan IPS yang akan digabung menjadi IPAS dan Bahasa Inggris yang menjadi mata pelajaran pilihan. Berikut penjelasannya.
1. Penggabungan mata pelajaran
Agar peserta didik memahami lingkungan sekitar secara utuh, mata pelajaran IPA dengan IPS akan digabungkan menjadi mata pelajaran IPAS (Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial). Konsep dasar dari adanya penggabungan mata pelajaran IPAS adalah sebagai langkah penyederhanaan mata pelajaran yang ada di Sekolah Dasar (SD).
2. Bahasa inggris sebagai mata pelajaran pilihan
Hal lain yang menjadi pembeda dari kurikulum sebelumnya adalah pada mata pelajaran Bahasa Inggris. Seperti yang kita tahu bahwa mapel Bahasa Inggris tidak menjadi mata pelajaran wajib ataupun pilihan.
Pada kurikulum baru ini mapel tersebut dinaikkan levelnya menjadi mata pelajaran pilihan. Sekolah bisa aja memasukkan mapel Bahasa Inggris ke kurikulumnya atau bisa juga tidak. Karena ini berkaitan kebijakan sekolah karena memang Bahasa Inggris ini merupakan mata pelajaran pilihan.
3. Mata pelajaran baru
Untuk jenjang SMP mata pelajaran Informatika ini menjadi mata pelajaran wajib. Selama ini di kurikulum 2013 mata pelajaran ini bernama TIK yang sifatnya adalah mata pelajaran pilihan bersama dengan prakarya, jadi tidak tergolong ke mata pelajaran wajib.
Namun pada kurikulum prototipe atau kurikulum paradigma nanti, mapel tersebut akan dinaikkan levelnya menjadi mata pelajaran wajib. Sehingga semua jenjang SMP wajib ada mata pelajaran Informatika.
4. Tentang program peminatan
Seperti yang kita tahu bahwa pada jenjang SMA tidak diberlakukan lagi program peminatan atau penjurusan. Peserta didik secara merdeka berhak memilih dan menentukan mata pelajaran ketika menduduki kelas XI (sebelas) dan XII (dua belas).
Kebebasan peserta didik dalam memilih mata pelajaran didasarkan pada bakat, minat, dan aspirasi peserta didik. Langkah ini sebagai salah satu implementasi dari konsep Merdeka Belajar.
5. Skema baru tentang syarat kelulusan
Perubahan kurikulum yang paling menarik di jenjang SMA adalah adanya kewajiban untuk menulis esai ilmiah bagi peserta didik. Menulis esai ini menjadi syarat kelulusan untuk jenjang SMA.
6. Perubahan struktur mata pelajaran
Kurikulum prototipe yang diterapkan di jenjang SMK ini mengarah pada struktur yang lebih sederhana dengan dua kelompok mata pelajaran saja, yaitu mata pelajaran umum dan kejuruan. Persentase untuk kelompok kejuruan juga ditingkatkan, dari tadinya 60% menjadi 70%.
7. Aturan Praktik Kerja Lapangan (PKL)
Praktik Kerja Lapangan yang selanjutnya disingkat PKL menjadi satu mata pelajaran wajib yang dilaksanakan minimal 6 bulan atau 1 semester. Selama ini kita ketahui bahwa PKL itu durasi pelaksanaannya hanya beberapa bulan saja dan tidak menjadi mata pelajaran.
8. Pembelajaran berbasis proyek
Perlu dipahami bahwa untuk semua jenjang nantinya akan diterapkan dan digalakkan pembelajaran berbasis proyek (broject based learning). Metode pembelajaran ini akan diterapkan mulai dari PAUD, SD, SMP, dan SMK termasuk di SLB. Akan tetapi memang project-nya ditentukan sesuai dengan level atau jenjang pendidikannya.
9. Fleksibilitas bagi pendidik
Kurikulum prototipe ini sifatnya fleksibel, artinya fleksibelitas bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan murid (teach at the right level) dan melakukan penyesuaian dengan konteks dan muatan lokal.
Jadi di kurikulum prototipe ini guru diberikan kemerdekaan untuk mendesain dan mengadaptasi pembelajarannya sesuai dengan kemampuan peserta didiknya. Selain itu juga guru bisa menyesuaikan dengan konteks atau muatan lokal termasuk kearifan lokal yang ada di sekolahnya.
KKM di Kurikulum Prototipe
Dilansur dari website resmi https://sekolah.penggerak.kemdikbud.go.id/ di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) bahwa pada kurikulum prototipe ini, ketuntasan hasil belajar tidak lagi diukur dengan kriteria ketuntasan minimal atau KKM yang berupa nilai kuantitatif.
Kemudian asesmen formatif pada pembelajaran dilakukan untuk mengidentifikasi ketercapaian tujuan pembelajaran. Jadi pembelajaran nanti difokuskan pada asesmen formatif apakah tujuan pembelajaran sudah tercapai atau belum tercapai oleh siswa.
Pertanyaan yang sering diajkukan oleh guru sebagai pendidik adalah jika KKM tidak ada, bagaimana guru akan menentukan apakah capaian belajar siswa sudah memadai atau belum? Lalu apa yang jadi patokan untuk menentukan penilaian kelulusan?
Pada wesbsite yang sama, Kemdikbud menjawab bahwa capaian belajar sudah memadai atau belum diketahui dengan mengidentifikasi ketercapaian tujuan pembelajaran, guru diberikan keleluasaan untuk menentukan kriteria ketercapaian tujuan pembelajaran sesuai dengan karakteristik kompetensi pada tujuan pembelajaran dan aktivitas pembelajarannya.
Tujuan pembelajaran tersebut adanya di setiap mata pelajaran, dari topik bahkan sub topik materi pelajaran. Bukan di akhir semester atau di tengah semester. Pembelajaran difokuskan pada penilaian formatif.
Dalam hal ini guru diberikan keleluasaan untuk menentukan kriterianya yang tentu menyesuaikan dengan karakteristik pada tujuan pembelajaran dan aktivitas pembelajaran.
KI dan KD pada Pembelajaran Kurikulum Prototipe
Untuk lebih jelasnya terkait dengan penyederhanaan kompetensi, kita bisa lihat model capaian pembelajaran yang ada di kurikulum prototipe. Dengan mengacu pada Keputusan Kepala Badan dan Pengembangan Perbukuan tentang Capaian Pembelajaran PAUD, SD, SMP, SDLB, SMPLB, dan SMALB pada Program Sekolah Penggerak.
Didalam peraturan tersebut, standar kompetensi pada kurikulum prototipe hanya terbagi menjadi 2, yaitu terdiri dari Elemen dan Capaian pembelajaran, bukan lagi menggunakan KI dan KD.
Capaian pembelajaran pada tampilan diatas diperuntukkan bagi jenjang SD umunya kelas 1 dan 2 untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia. Pada bagian elemen, isinya adalah tentang Menyimak, Membaca dan Memirsa, Berbicara dan Mempresentasikan, dan Menulis.
Selain itu, pada K-13 juga guru dituntut untuk menganalisis dan mengurai, kemudian menurunkannya dalam bentuk indikator. Setelah guru membentuk indikator atau menyusun indikator, kemudian guru juga harus membuat tujuan pembelajaran. Artinya bahwa pada K-13 tingkat kompleksitasnya tinggi.
Sedangkan pada kurikulum prototipe ini, hanya terdapat bagian Elemen yang isinya adalah capaian atau kompetensi pembelajaran. Seperti Menyimak, Menulis, Membaca dan lain sebagainya. Kemudian disusul dengan penjelasan atau deskripsi kompetensi yang harus dicapai dalam elemen tersebut melalui bagian Capaian Pembelajaran.
Opsi Lain dari RPP di Kurikulum Prototipe
Dalam hal ini kita dapat merujuk pada e-book yang telah diterbitkan oleh Pusat Asesmen dan Pembelajaran, Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada tahun 2021 yang berjudul Panduan Pembelajaran dan Asesmen Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
Dalam e-book tersebut dijelaskan tentang modul ajar dan RPP di kurikulum prototipe ini. Berikut isi penjelasan terkait dengan modul ajar dan RPP.
- Setiap satuan pendidikan yang menggunakan modul ajar yang telah disediakan oleh pemerintah, maka modul ajar tersebut dapat dipadankan dengan RPP karena modul ajar lebih lengkap dibanding RPP.
- Sekolah yang kemudian mengembangkan modul ajar secara mandiri, maka modul ajar tersebut dapat dipadankan dengan RPP.
- Satuan pendidikan dapat menggunakan berbagai perangkat ajar, baik modul ajar maupun RPP dengan kelengkapankomponen dan format yang beragam sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan peserta didik.
Dengan demikian guru pada satuan pendidikan tidak diwajibkan menggunakan RPP sebagai perangkat ajar. Akan tetapi dapat menggunakan modul ajar sebagai opsi dikarenakan komponen didalamnya yang lebih lengkap.
Satuan pendidikan bersama guru dapat menentukan perangkat ajar yang digunakan, baik RPP maupun modul ajar. Tidak diwajibkan pada salah satu perangkat ajar tersebut untuk digunakan.
Daftarkan diri Anda untuk mengikuti DIKLAT “Desain dan Implementasi Kurikulum Paradigma Baru di Satuan Pendidikan”. Semua mendapatkan sertifikat 64 JP dan nikmati juga fasilitas serta bonus lainnya.
Ayo tunggu apa lagi, daftarkan diri Anda sekarang juga. Klik disini untuk mendaftar!