Kerja Jarak Jauh – Adanya pandemi dan kebijakan pembatasan sosial Covid19 berdampak signifikan terhadap manajemen sumber daya manusia, terkhusus di sektor publik.
Pemerintah dituntut untuk mengatur model kerja alternatif bagi aparatur sipil negara (ASN) dengan memberlakukan kebijakan kerja jarak jauh (dalam hal ini bekerja dari rumah).
Bahkan, beberapa perusahaan di banyak negara telah mulai menerapkan model ini jauh sebelum merebaknya Covid19. Perubahan mendasar akibat pandemi menempatkan ASN dalam situasi yang kompleks.
Sebuah studi oleh Vaziri et al. (2020) dan Fogarty dkk. (2001) menunjukkan bahwa, begitu perusahaan mulai menerapkan kebijakan kerja jarak jauh, para pegawai perlu menghabiskan lebih banyak waktu untuk mempelajari teknologi untuk menyelesaikan pekerjaan.
Selain itu, karyawan juga menaruh perhatian lebih terhadap kesejahteraan dan kesehatan diri sendiri dan keluarganya sehingga menimbulkan gejolak dalam kesehatan mental ASN.
Namun, fakta bahwa bekerja dari jarak jauh juga memiliki beberapa efek negative yang tidak dapat diabaikan seperti pada studi yang dilakukan oleh Tavares (2017) dan Golden et al (2008).
Beberapa dampak negatifnya adalah berkurangnya kesempatan untuk berinteraksi dengan rekan kerja, hilangnya aktivitas olahraga yang didominasi duduk di depan komputer, terlalu lama terpapar layar komputer, dan bahkan dapat menghambat peluang berkarir.
Lalu, Apakah mungkin untuk menjadikan model kerja jarak jauh sebagai opsi untuk terus diterapkan ke ASN selama hampir dua tahun berturut-turut? Tentunya hal ini perlu melalui serangkaian evaluasi.
Pengalaman pemerintah dengan kerja jarak jauh ASN selama pandemi menjadi masukan berharga dalam mempertimbangkan cara-cara untuk menerapkan kerja jarak jauh yang lebih efektif di masa depan dan mempercepat transformasi digital.
Saat menerapkan model ini, pemerintah perlu memberikan banyak perhatian untuk membangun model kerja jarak jauh ASN yang lebih baik.
Pertama, pemerintah perlu melakukan redefinisi kembali pada pelayanan publik. Ini penting karena beberapa layanan publik hanya memerlukan sedikit perubahan dan beberapa yang lain perlu peningkatan pelayanan secara daring secara keseluruhan. Oleh karena itu, penting melakukan co-creation untuk menemukan desain layanan yang tepat.
Kedua, perhatian harus diberikan pada ketersediaan peralatan yang dibutuhkan untuk menjalankan sistem kerja jarak jauh, terutama ketersediaan akses internet.
Ketiga, tingkatkan kemampuan ASN melalui peningkatan kapasitas dan soft skill, yang memungkinkan untuk menjalankan pekerjaan dari jarak jauh.
Keempat, sektor publik dan ASN harus mampu bekerja sesuai yaitu Ber-AKHLAK (berorientasi pelayanan, akuntabel, kompeten, harmonis, loyal, adaptif, dan kolaboratif) untuk membangun kepercayaan antar ASN. Sehingga meskipun tidak bekerja dari kantor, tetapi mereka tetap memberikan kontribusi yang baik.
Kelima, Dirujuk pada Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), pemerintah diharapkan mampu mengidentifikasi hal untuk membentuk kerangka kebijakan bekerja jarak jauh yang sesuai, yaitu:
- bagaimana bekerja jarak jauh dapat memberikan worklife balance, meningkatkan capaian kinerja yang baik, dan menjadikan organisasi lebih inklusif;
- membuat daftar tugas tertentu yang tetap perlu dilakukan di kantor;
- memastikan bahwa bekerja jarak jauh tetap memberikan ruang sesama individu atau tim untuk saling berinteraksi;
- menguraikan faktor-faktor yang mengharuskan ASN tetap ditempatkan di kantor; dan
- membangun kode etik yang baik.
Terakhir, hubungan warga di daerah dengan ASN-nya harus dijaga melalui kontak langsung, sehingga pemerintah perlu memperhatikan berbagai kondisi kerja yang mungkin terjadi di tingkat pemerintah pusat dan daerah. Oleh karena itu, cara kerja dari rumah di pemerintah daerah mungkin sedikit berbeda dengan di pusat.