Oleh Erniati, S.Pd.SD
Guru di SD Negeri 2 Garot
Ketika masih kecil, saya memiliki idola yang sangat saya mengagumi. Beliau adalah guru dan wali kelas saya. Sebab itu, terbersit niat dalam hati jika dewasa nanti ingin menjadi guru seperti beliau. Alhamdulillah, ternyata Allah mengabulkan doa dan cita-cita saya yaitu menjadi seorang guru.
Saya lahir pada tanggal 1 Juli 1979 di Sigli, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh. Saya anak kelima dari tujuh bersaudara. Kehidupan keluarga kami tergolong sangat sederhana. Pekerjaan ayah adalah penjual martabak telur, yang penghasilannya hanya cukup untuk makan sehari-hari keluarga kami.
Ibu saya hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa dan kadang bekerja sebagai buruh di sawah orang bersama ibu-ibu lainnya. Hasil yang diperoleh untuk membantu menutupi kebutuhan sehari-hari kami. Ibu tidak pernah mengecap pendidikan di bangku sekolah, namun pandai mengaji. Beliau adalah guru pertama yang mengajari saya membaca Al-Quran.
Masa kecil yang saya lalui hampir sama dengan anak-anak lainnya. Penuh dengan suka ria dan gelak tawa. Pada usia lima tahun, ibu sudah mengantarkan saya mengaji kepada seorang ustadzah yang sangat dihormati di desa kami, Hj.Ramlah. Kami memanggil beliau dengan nama Syik Yek. Dalam bahasa Aceh, “Syik Yek” artinya nenek tertua. Meskipun usianya sudah tua namun masih semangat mengajarkan anak-anak mengaji.
Tepat pada usia tujuh tahun, ibu memasukkan saya ke Sekolah Dasar (SD) yang letaknya tidak jauh dari desa kami. Jaraknya sekitar satu kilometer dari rumah. Kami pergi ke sekolah dengan berjalan kaki.
Berangkat ke sekolah setiap hari terasa sangat menyenangkan bagi saya karena di sekolah ada seseorang yang sangat saya kagumi. Beliau adalah guru kelas saya, Ibu Juriah, yang biasa dipanggil dengan sebutan Ibu Jur. Di mata saya, beliau adalah sosok guru yang sangat sempurna. Masih muda, cantik, berkulit putih, sangat lembut, ramah, dan baik hati. Beliau selalu berpenampilan rapi dan wangi. Bau parfumnya yang khas seakan menghipnotis kami untuk selalu betah berada di samping beliau.
Ibu Jur juga sangat pandai menyanyi. Banyak lagu-lagu yang beliau ajarkan kepada kami murid-muridnya, di antaranya lagu Menanam Jagung yang merupakan salah satu lagu favorit saya ketika itu. Beliau sering menyuruh saya menyanyi di hadapan teman-teman yang lain karena di antara mereka saya termasuk siswi yang pandai menyanyikan lagu-lagu yang sudah beliau ajarkan.
Kekaguman saya terhadap sosok Ibu Jur bersemai menjadi benih cita-cita di hati saya untuk menjadi seorang guru. Sehingga terlintas dalam hati jika besar nanti ingin menjadi guru SD seperti Ibu Jur.
Empat tahun lamanya kebersamaan yang saya rasakan bersama Ibu Jur karena beliau pindah ke kota mengikuti suaminya. Ada rasa sedih menyelinap dalam hati menerima kenyataan tersebut. Rasa kehilangan yang sangat besar sebab kepergian beliau, sosok guru idola kami.
Menjelang perpisahan, dengan perasaan penuh haru, beliau menyalami dan mencium kami semua satu persatusambil berpesan kepada kami agar selalu rajin belajar dan mengharapkan di antara kami ada yang mengikuti jejak beliau untuk menjadi guru. Pesan terakhir Ibu Jur tersebut selalu terngiang di telinga. Sehingga waktu itu berjanji kelak harus menjadi seorang guru.
Setelah lulus SD, saya melanjutkan pendidikan ke Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN yang letaknya juga sekitar satu kilometer dari desa saya. Setiap pagi saya berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki bareng abang yang usianya beda dua tahun di atas saya.
Setelah lulus MTsN, saya melanjutkan pendidikan ke MAN Model Banda Aceh yang ada di kota. Abang saya yang tertua yang menanggung semua biaya sekolah saya. Bahagia sekali rasanya bisa melanjutkan sekolah di kota. Kesempatan ini tentu tidak saya sia-siakan. Dalam hati saya berjanji akan sungguh-sungguh menimba ilmu agar nantinya bisa lulus dengan nilai yang memuaskan dan dapat melanjutkan pendidikan ke Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Syiah Kuala.
Namun ternyata takdir berkata lain. Perjalanan hidup tidak selalu mulus sesuai dengan yang saya harapkan harapkan. Langkah pendidikan saya sepertinya terpaksa berhenti di sini. Setelah lulus dari MAN Model Banda Aceh, dengan berat hati saya harus pulang ke kampung halaman. Sebab, ibu saya menderita sakit keras. Beliau terserang kanker ganas: kanker payudara. Saya harus pulang untuk merawat ibu.
Sebagai anak perempuan tertua, saya memiliki tanggung jawab untuk menjaga ibu. Kondisi ayah juga sudah tua dan sering sakit-sakitan juga. Tentunya membutuhkan orang yang merawatnya. Sementara di rumah hanya ada dua orang adik saya yang masih kecil.
Akhirnya saya kembali ke kampung dan harus mengurung keinginan melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Namun cita-cita menjadi guru tetap menyala dalam jiwa ini.
Sambil merawat ibu yang sedang sakit, meskipun hanya lulusan MAN dan atas persetujuan ibu, saya memberanikan diri melamar kerja di Madrasah Ibtidaiyah Swasta yang berada di desa dekat kampung saya.
Saya diterima sebagai bagian tata usaha. Walau dengan honor yang sangat sedikit tetapi saya merasa sangat bahagia karena dapat bekerja di sana, karena tujuan utama saya sebenarnya bukan mencari materi tetapi mencari pengalaman.
Dalam seminggu, saya diminta datang ke sekolah tiga hari saja. Meski sebagai tata usaha, namun sesekali saya juga diminta masuk ke kelas untuk mengajar untuk menggantikan guru yang berhalangan hadir. Dengan berbekal keberanian dan sedikit bimbingan dari guru senior, saya masuk ke kelas memberikan pelajaran kepada siswa layaknya seorang guru sesungguhnya. Sungguh suatu pengalaman yang sangat berkesan bagi saya.
Delapan bulan lamanya saya menemani ibu hingga akhirnya beliau menghembuskan nafas yang terakhir. Rasa kesedihan yang mendalam menyelimuti keluarga setelah ibu pergi untuk selama-lamanya.
Setelah ibu meninggal, abang menawarkan kepada saya untuk melanjutkan kuliah. Kebetulan saat itu sedang dibuka pendaftaran mahasiswa baru di FKIP UNSYIAH jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Dengan perasaan bahagia saya menerima tawaran tersebut.
Dengan usaha keras dalam belajar, akhirnya saya bisa menyelesaikan kuliah tepat waktu. Tahun 2003 saya lulus dari PGSD.
Di tahun yang sama dibuka tes seleksi pegawai negeri. Atas anjuran abang, saya memutuskan untuk mengikuti tes tersebut di Kabupaten Pidie. Alhamdulillah, saya lulus PNS dan kemudian ditugaskan di SD Negeri Gogo, Kecamatan Padang Tiji, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh. Tahun 2003 menjadi tahun keberuntungan bagi saya karena cita-cita saya menjadi seorang guru dapat terwujud di tahun tersebut.
Selama lima tahun saya mengabdikan diri di SD Negeri Gogo. Berikutnya, saya dipindahkan ke SD Negeri Pante Garot. Setelah lima tahun, selanjutnya karena dinilai berprestasi, akhirnya saya dimutasi lagi ke salah satu SD Inti di wilayah gugus kami yaitu di SD Negeri 2 Garot. Sampai sekarang saya masih bertugas sebagai guru di SD Inti ini.
Tiada kata yang lebih indah yang patut saya ucapkan atas segala kurnia yang sudah saya peroleh ini selain kata “Terima kasih, Ya Allah. Cita-cita saya sudah tercapai.
Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link ini atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!
Editor: Moh. Haris Suhud